Resensi Buku : SAPIENS; A Brief History of Humankind (Bagian I)
DATA BUKU :
Judul Buku :
SAPIENS; A Brief History of Humankind (terjemahan Indonesia : SAPIENS; Sejarah Ringkas Umat Manusia dari Zaman Batu Hingga Perkiraan Kepunahannya)
Penulis :
YUVAL NOAH HARARI
Cetakan I, Juli 2017, Jakarta
Penerbit : PT Pustaka Alvabet
530 Halaman
Sapiens dan Sejarah Pemusnahan Ras
Yuval Noah Harari memulai diskursusnya tentang sejarah
umat manusia dalam bukunya yang berjudul Sapiens dengan pembahasan tentang
persaingan antara ras sapiens (re : manusia) dengan ras-ras homo lainnya (dari
genus homo). Dia berusaha untuk merustrukturisasi istilah homo dengan sapiens.
Homo adalah terminologi yang lebih umum untuk menyebut semua jenis manusia
(homo = manusia) termasuk homo sapiens, neanderthal, erectus dan lain-lain.
Jadi terminologi manusia merujuk pada genus homo yang termasuk di dalamnya
ras-ras tersebut. Sedangkan terminologi sapiens, menurut Harari adalah
terminologi yang lebih spesifik merujuk pada ras sapiens yang ada di dunia saat
ini.
Saat ini memang ras manusia yang lain seperti
neanderthal dan erectus sudah tidak ada, sehingga menurut Harari kita bisa
menganggap bahwa satu-satunya manusia yang tersisa di dunia saat ini adalah
Sapiens yang telah berevousi dari rantai makanan terendah hingga pada puncak
rantai makanan yang mengubah arah kehidupan di dunia. Dalam buku setelah sapiens
yang berjudul Homo Deus, Harari justru membahas manusia sebagai Tuhan.
Ada dua teori yang dibahas oleh Harari dalam buku ini
yang menjelaskan tentang alasan mengapa yang tersisa hari ini hanyalah sapiens
dan manusia-manusia yang lain punah. Yang pertama adalah teori penggantian yang
menyatakan bahwa sapiens menggantikan semua ras manusia sebelumnya tanpa ada
pencampuran apapun. Dan teori kedua yaitu teori perkawinan silang dimana antara
sapiens kawin dengan ras manusia yang lain sehingga terjadi pencampuran dan
menghasilkan dua masyarkat berbeda yang akhirnya terpisah oleh garis evolusi.
Lalu mengapa ras manusia yang lain menghilang? Di
sini, Harari memberikan sebuah perspektif menarik. Bahwa ketika jalur evolusi
dari kedua ras manusia ini terpisah dan berjalan masing-masing, maka
kemungkinan terjadi sebuah proses genosida besar-besaran dimana Sapiens
membantai seluruh ras manusia yang lainnya. Menurut Harari, motif yang paling
memungkinkan proses ini terjadi adalah perebutan sumber daya. Harari menyatakan
bahwa toleransi bukanlah karakter dasar dari sapiens, karena hari ini pun
perbedaan kecil seperti warna kulit, agama dan dialek sudah cukup untuk menjadi
pemicu sekelompok sapiens untuk mengeyahkan kelompok yang lain. Ini seperti apa
yang kita kenal hari ini dengan istilah politik identitas dan segala
konsekuensi turunannya.
Sapiens adalah ras manusia yang paling maju dari segi
pemikiran dan sumber daya dalam sejarahnya. Inilah yang kemudian membuat
sapiens dapat dengan mudah memusnahkan ras manusia yang lain ketika sekelompok
sapiens mulai menyebar ke seluruh daratan di seluruh dunia. Evolusi kognitif
sapiens yang lebih unggul dari ras-ras yang lainnya membuat Sapiens mampu
bertahan dan akhirnya memusnahkan ras-ras lainnya dalam rangka merebut sumber
daya dan bertahan hidup.
Mutasi Pohon
Pengetahuan
Kemampuan kognitif sapiens juga yang akhirnya membuat
sapiens mampu berfikir dengan cara yang belum ada sebelumnya. Termasuk
penciptaan bahasa untuk mengkomunikasikan ide-ide dan maksud mereka sebagai
sebuah penciptaan yang sangat dinamis yang pernah diciptakan oleh Sapiens.
Bahasa sapiens adalah bahasa yang sangat luwes menurut Harari, karena mampu
menghubungkan sejumlah terbatas bunyi dan tanda untuk menghasilkan kalimat
dalam jumlah yang tidak terbatas dan masing-masing memiliki makna yang berbeda.
Ini yang membuat sapiens mulai bergerak naik mengungguli binatang-binatang yang
lain. Bahasa Sapiens adalah sesuatu yang unik karena selain bisa
mengkomunikasikan hal-hal yang luar biasa kompleks, kompleksitas informasi yang
bisa ditransfer melalui bahasa yang kemudian menyebabkan revolusi kognitif
sapiens berkembang lebih cepat. Termasuk mulai munculnya gagasan-gagasan
tentang seni, agama dan adat istiadat serta ritual akibat berkembangnya cara
berfikir manusia. Hal-hal tersebut tentu saja tidak bisa tersebar tanpa bahasa
yang mumpuni.
Menurut Harari, agama pun lahir dari hal ini.
Kompleksitas bahasa dan informasi yang kemudian bisa hadir dan mengupgrade cara
berfikir sapiens membuat sapiens mudah melakukan proses pertukaran informasi
dan membentuk keyakinan-keyakinan bersama. Sebagai contoh, bisa saja awalnya
Sapiens hanya menyatakan bahwa ada singa yang siap mengancam kelompok mereka.
Namun berkat perkembangan bahasa, informasi yang disampaikan bisa lebih detil
seperti singa itu ada dimana, jam berapa dia biasanya berkeliaran dan hal-hal
lainnya yang akhirnya bisa membuat Sapiens tidak hanya berfikir untuk
menghindar namun berkembang ke arah perencanaan dan antisipasi.
Perkembangannya kemudian mengarah ke arah terbentuknya
struktur kehidupan yang sederhana. Di era pra agrikultural, sebelum manusia
melakukan kesalahan besar yaitu dengan mendomestikasi gandum, pola-pola
kehidupan bersama dilakukan dengan skala kelompok-kelompok kecil yang terdiri
dari puluhan dan paling banyak ratusan orang. Mereka hidup berpindah-pindah dan
menjelajah untuk mencari kehidupan dengan cara yang oportunistik. Di era ini
menurut Harari Sapiens melakukan dua hal utama yaitu berburu dan mengumpulkan
makanan. Sapiens hidup dlam kelompok-kelompok penjelajah dan mendomestikasi
tidak hanya makanan namun juga binatang. Contohnya anjing yang tercatat sebagai
hewan yang pertama kali didomestikasi oleh Sapiens.
Pola kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan ini
pula yang kemudian membuat interaksi sapiens dengan alam semakin intim. Muncul
kesadaran untuk melestarikan alam yang lahir dari kesadarannya bahwa mereka
bergantung kepada alam agar tetap dapat menyediakan makanan. Maka menurut
Harari, Sapiens kemudian mulai menyusun norma-norma tentang yang mengatur
interaksi antara Sapiens dengan alam. Para Ahli pun bersepakat bahwa
kepercayaan Animisme adalah kepercayaan yang berkembang di masyarakat
penjelajah kuno. Di sini sangat terasa bahwa pengaruh perspektif Marx sangat
terasa dalam sentuhan Harari membedah sejarah manusia. Khususnya tentang etape
komunal primitif dan relasi agama sebagai suprastruktur dengan kebutuhan
materil manusia sebagai infrastruktur. Mungkin dapat dibenarkan ketika kita
paham bahwa Harari tidak menemukan pola lain dalam menafsir tentang sejarah.
Harari menafsirkan bahwa terma banjir bah dalam
riwayat semua agama tidak lain adalah bencana ekologis dalam pendekatan sejarah
Sapiens. Bahwa penjelajahan dan perkembangan Sapiens yang signifikan ke seluruh
daratan dunia tidak hanya membawa dampak positif bagi penyebaran umat manusia
hari ini, namun juga membawa dampak bagi lahirnya gelombang besar kepunahan
hewan-hewan sejak datangnya Sapiens ke daratan tersebut.
Domestikasi
Gandum dan Kesalahan Besar Sejarah Agrikultur
Harari menyatakan bahwa kita pada dasarnya telah
dibohongi oleh sebuah dongen tentang revolusi agrikultur sebagai salah satu
keberhasilan manusia. Menurut Harari dongeng itu justru merupakan sebuah
pembohongan besar terhadap sejarah. Sejak 9500 sampai 8500 SM Sapiens telah
melakukan sebuah kesalahan besar dengan melakukan transisi kehidupan dari
berburu dan mengumpulkan makanan ke pola kehidupan pertanian.
Domestikasi gandum yang kemudian menyebabkan perubahan
pola kehidupan Sapiens kea rah agrikultur menyebabkan kebergantungan Sapiens
terhadap tumbuhan-tumbuhan tersebut. Menurut Harari justru ini adalah model
kehidupan yang lebih sulit daripada model kehidupan berburu dan
berpindah-pindah dengan mengumpulkan makanan, karena model berburu tidak
menjadikan Sapiens terikat dengan alam. Berbeda dengan model kehidupan
agrikultur yang mengharuskan Sapiens untuk menetap dan terikat pada iklim serta
alam dimana tanaman agrikultur tersebut bisa tumbuh. Artinya pada era agrikultur,
bukan Sapiens yang mendomestikasi gandum dan tanaman agrikultur lainnya,
melainkan tanaman-tanaman tersebut yang telah mendomestikasi Sapiens.
Domestikasi berasal dari kata domus yang
berarti rumah. Gandum telah membuat Sapiens menginvestasikan banyak waktu dan
kehidupannya untuk mengurusnya. Gandumlah yang membuat Sapiens tinggal di
rumahnya. Sapiens kemudian menetap untuk mengurusi seluruh keperluan gandum.
Sehingga gandum yang awalnya hanya sebatas rumput liar di wilayah timur tengah,
akhirnya menjadi tanaman yang tersebar hampir di seluruh daratan di dunia.
Gandum yang mendomestikasi Sapiens kemudian
menyebabkan berhentinya pola kehidupan Sapiens yang berpindah pindah, Sapiens
kemudian menetap dan membentuk masyarakat, sistem hukum dan ekonomi untuk
mleindungi kehidupannya yang semakin terbatas. Disebut sebagai sebuah kesalahan
menurut Harari karena hal tersebut justru menjadikan pengetahuan Sapiens
menjadi terbatas dan kehidupannya justru menjadi terkungkung.
Menurut Harari, Revolusi Agrikultur adalah titik balik
dimana Sapiens membuang keintimannya dengan alam dan beralih menuju alienasi
dan ketamakan. Konsep perladangan membuat populasi meningkat drastis dan
kehidupan menjadi semakin kompleks yang tidak memungkinkan lagi bagi masyarakat
agraris untuk kembali ke model kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan.
Cikal Bakal
Sistem Negara dan Peran Mitos
Konsep politik awal pun berkembang berdasarkan
konsekuensi dari agrikultur ini. Perladangan menutut Sapiens harus
mengembangkan rasa aman untuk menjaga ladang dan hasilnya. Kebutuhan akan rasa
aman ini kemudian dikerjakan oleh mereka yang tidak mendapatkan area untuk
menanam. Mereka mendapatkan pembagian hasil ladang sebagai upahnya untuk
menjaga keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.
Pola ini adalah dasar dari semua konsep kehidupan
bernegara saat ini. Ada proses transaksi simbiosis bahwa orang-orang yang
bertugas untuk mengatur masyarakat berhak mendapatkan upah dari hasil kerja
masyarakat. Mereka awalnya dibiayai oleh surplus dari hasil kerja masyarakat.
Namun, surplus-surplus tersebut serta perkembangan
teknologi transportasi menyebabkan semakin banyaknya orang-orang bisa dengan
leluasa untuk berinteraksi membuka jaringan-jaringan baru. Kalau dalam model
kehidupan berpindah-pindah Sapiens hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang
semuanya pasti saling mengenal, maka pola kehidupan agraris memungkinkan
Sapiens untuk hidup dengan orang-orang yang tidak dikenal dalam jumlah yang
lebih besar. Menurut Harari, hal ini dimungkinkan karena jaringan-jaringan yang
menghubungkan kerjasama antara Sapiens yang tidak saling mengenal dilandasi
pada adanya keasamaan mitos. Mitos memegang peranan penting dalam membentuk
pola kehidupan bersama masyarakat.
Sejarah Yang
Tidak Pernah Adil
Namun sekali lagi, sejarah perkembangan manusia adalah
sejarah tentang ketidakadilan. Pembentukan masyarakat pada era agrikultur
bukanlah tentang keadilan pembagian hasil kerja. Namun hal tersebut justru
lebih mengarah pada terciptanya dominasi dan kelas-kelas sosial tertentu. Dari
sini kemudian mulai muncul hierarki dalam tatanan masyarakat, karena adannya
persepsi akan hak-hak istimewa kelompok tertentu berkat penciptaan mitos-mitos
sebagai pengikat utama sebuah sistem masyarakat.
Sapiens mulai mengenal konsep budak sebagai
konsekeuensi dari dominasi kelompok tertentu atas kelompok yang lain. Dominasi
itupun lahir atas imajinasi akan adanya hak-hak tertentu yang lebih mulia
sebuah kelompok atas kelompok yang lain, walaupun dalam aspek biologis hal
tersebut tidak memiliki rujukan apapun.
Hierarki imajinatif itupun akhirnya berkembang menjadi
sebuah lingkaran setan bagi golongan tertentu. Yang akhirnya menjadi sebuah
hukum umum yang membawa evolusi kehidupan Sapiens bergerak ke tahap selanjutnya
yaitu penciptaan Imperium.
Wow... Jadi penasaran sama bukunya.. tx buat literasi ya
ReplyDelete