Logika Kekuasaan

Tahukah anda kenapa orang yang berkuasa cenderung mempertahankan kekuasaannya? Karena melihat dunia dari atas itu sungguh indah. Seperti ketika kita sedang berada diatas gunung dan memandang rumah-rumah penduduk di kaki gunung, semuanya tampak kecil seperti miniatur yang bisa dikendalikan dengan mudah. Mungkin inilah cara berfikir mereka yang sedang berada di posisi penguasa. Mereka akan senantiasa menghalalkan segala macam cara agar kesempatan untuk melihat pemandangan indah ini terus bertahan.
Dari atas, rumah-rumah seperti mainan dan orang-orang seperti boneka. Mereka yang ada di atas kemudian menganggap bahwa semua orang selain dirinya adalah boneka yang siap dikendalikan. Mereka pikir, bahwa ini adalah sebuah keniscayaan dan memang begitulah adanya dunia ini. Yang diatas mengendalikan yang dibawah. Yang dibawah sudah selayaknya harus dikendalikan oleh yang diatas.

Semua orang beramai-ramai untuk duduk dipuncak kekuasaan. Semua orang beramai-ramai untuk menjadi pengendali dan tidak ada yang ingin dikendalikan. Semua orang ingin melihat indahnya pemandangan dipuncak secara langsung. Apabila ada orang yang mencoba untuk merebut tempat itu, maka penguasa pasti akan menendangnya sampai jatuh tersungkur. Sampai tidak sanggup lagi untuk bangkit dan mencoba untuk mendaki.

Mereka yang dibawah pun bertarung untuk mendapatkan kesempatan mendaki. Berkelompok, bahu-membahu dan membuat antrian yang panjang untuk sampai dipuncak kekuasaan. Kadang antrian ini harus bersinggungan ditengah jalan dengan antrian yang lain. Karena membuat antrian dari sisi manapun ujungnya tetap satu dan tetap ada titik untuk terjadinya pertarungan merebut posisi. Yang diatas bertarung dan dibawah pun ikut bertarung. Saling menjatuhkan dan saling melumpuhkan.

Inilah logika masyarakat, dimana hidup adalah pertarungan untuk menentukan pucak kekuasaan. Sampai mati mereka akan tetap seperti itu. Namun, mereka yang bijaksana adalah mereka yang berusaha untuk menciptakan puncaknya sendiri dan menikmatinya bersama mereka yang bijaksana.

Comments

Popular posts from this blog

PRO KONTRA MANTAN TERPIDANA JADI CALEG

Kesalahan Berfikir Ilmiah (Bagian 3) : Fallacy of Misplaced Concreteness

Kesalahan Berfikir (Bagian 2) : Fallacy of Retrospective Determinism