Mereka Yang Membuat Kita Melupakan Partai Politik

Entah siapa yang pertama kali memulai publikasi istilah "Independent vs Partai" di Pilkada DKI ini. Sehingga panasnya atmosfir Pilkada DKI menjadikan langkah Ahok untuk maju sebagai jalur Independen dianggap sebagai sebuah bentuk perlawanan terhadap Partai Politik.

Anggapan itu tentu saja merupakan tafsiran yang terlalu lebay, mengingat Ahok bukanlah orang pertama yang memilih untuk maju di kontestasi Pilkada tanpa Partai Politik. Karena Faktanya, Calon Independen telah lama dikenal dalam sistem Pemilukada di Indonesia. Jadi ini bukan sama sekali hal yang baru, hanya sebatas pilihan merdeka Ahok sebagai calon kandidat untuk memilih jalur pertarungannya.

Namun reaksi tersebut tidak bisa disalahkan 100%. Pergerseran cara pandang masyarakat dalam melihat realitas politik hari ini bisa dijadikan alasan dibalik lahirnya respon tersebut. Masyarakat hari ini, bukan hanya tidak melihat Partai Politik sebagai representase suara rakyat, namun realitas politik itu sendiri telah dianggap masyarakat sebagai kondisi yang sangat memprihatinkan. Realitasnya,Partai Politik hari ini kehilangan kepercayaan sebagai jalur untuk memenangkan aspirasi. Ini bisa kita lihat dari data klasik tentang tingginya angka apatisme masyarakat dalam proses politik.

Partai Politik hari ini cenderung terlalu sibuk membenahi dirinya dalam kerangka organisasi formal. Perdebatan sampai konflik di internal Partai yang terpublish membuat masyarakat akhirnya berfikir bahwa Partai Politik hanya berisi kepentingan segelintir orang, bukan kepentingan rakyat pada umumnya. Partai Politik dianggap terlalu sibuk mengurusi urusan internalnya dan tidak pernah hadir pada ruang-ruang sosial yang dibutuhkan masyarakat. Partai Politik hanya hadir menjelang kontestasi pemilu, setelah itu hilang tanpa jejak.

Hadirnya beberapa figur yang kemudian fokus pada pembenahan dan kerja-kerja nyata pemerintahan yang membuat kita akhirnya melupakan Partai Politik. Sebut saja Ridwan Kamil, Risma, Nurdin Abdullah dan Ahok yang selalu hadir terdepan dalam berfikir tentang kesejahteraan rakyat di wilayah pemerintahannya masing-masing. Walaupun kita tahu bahwa terpilihnya mereka bukan tanpa Partai Politik, namun mereka berhasil membuat kita tidak memikirkan Partai Politik. Mereka berhasil mengisi kekosongan demokratisasi yang selalu gagal dilaksanakan oleh Partai Politik, yaitu menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan utama dalam berpolitik.

Seharusnya kehadiran mereka bisa menjadi kritikan bagi Partai Politik. Setidaknya untuk sekedar melakukan refleksi bahwa demokrasi bukan hanya cerita tentang prosedur formal dan statistik perolehan suara. Tapi ada hal yang lebih substansial, yaitu kesejahteraan rakyat yang menjadi tujuan utamanya.

Comments

Popular posts from this blog

PRO KONTRA MANTAN TERPIDANA JADI CALEG

Kesalahan Berfikir Ilmiah (Bagian 3) : Fallacy of Misplaced Concreteness

Kesalahan Berfikir (Bagian 2) : Fallacy of Retrospective Determinism