C.I.N.T.A



Boleh saja kamu berfikir dengan perspektifmu yang konservatif, bahwa segalanya telah berubah sejalan dengan waktu. Tidak ada pula yang melarangmu untuk berfikir bahwa segala tindakan harus tetap sama, statis dan bahkan tidak adaptif. Atau mungkin kamu berfikir bahwa nyanyian-nyanyian pujaan tidak akan pernah ditinggalkan oleh para pemujanya.

Tapi kau harus tahu, bahwa cinta tetap saja memiliki sisi pragmatisnya. Seperti sejarah pemujaannya yang berubah di setiap lembaran zaman. Seperti Enuma Elish yang ditinggalkan, walaupun semua kepala itu sadar bahwa mereka memposisikan cinta seperti getik yang merefleksikan menok.

Kau bisa saja membenci perubahan dan memilih menyimpan cinta idealmu jauh di sudut kepalamu. Walaupun kau sadar bahwa konsep itupun jauh dari apa yang sebenarnya kau terima sebagai definisi tentang realitas. Definisi yang kau konstruksi sendiri dan kau refleksikan sebagai cita-cita ideal. Menunggu dan berharap bahwa realitas akan berubah seperti apa yang kau inginkan.

Namun tahukah kau bahwa realitas itu sempurna sebagaimana dirinya adalah ciptaan dari Dia Yang Maha Sempurna? Lalu mengapa kau mengikuti mereka yang terlalu bodoh untuk memposisikan diri sebagai tuhan-tuhan numina? Mencoba menentang, tapi mereka sendiri adalah produk mentah pergeseran perspektif.

Seandainya kau sadar bahwa segalanya sempurna sejak dari hakikat. Pasti kau akan sadar bahwa perubahan adalah gerak menuju kesempurnaan.

Dan begitulah sesungguhnya cinta.... berubah dan bergerak menuju Dia Yang Maha Sempurna.

Comments

Popular posts from this blog

PRO KONTRA MANTAN TERPIDANA JADI CALEG

Kesalahan Berfikir Ilmiah (Bagian 3) : Fallacy of Misplaced Concreteness

Kesalahan Berfikir (Bagian 2) : Fallacy of Retrospective Determinism