Jokowi, Perpu dan Ormas Yang Lagi Lucu-lucunya



Jujur saja, sebenarnya saya tidak terlalu tertarik untuk menulis tentang terbitnya Perpu No. 2/2017 tentang ormas ini dan merespon kepanikan HTI yang mencurigai Perpu itu dibentuk untuk membubarkan HTI. Kalau iya emang kenapa? Saya pikir HTI emang pantas dibubarkan. Toh dari awal HTI sudah lebih dahulu membubarkan Indonesia dari pikiran setiap anggotanya kok...

Jadi kalau sekarang Indonesia membubarkan HTI, itu hanya karena Indonesia ingin menunjukkan bahwa tindakan setiap anggota HTI yang menghapus Indonesia dari pahaman mereka belum berhasil. Indonesia masih ada, masih berdiri kuat dan masih bisa membubarkan HTI.

Apa salahnya membubarkan organisasi yang sejak dahulu setiap anggotanya sudah membubarkan negaranya sendiri di pikirannya masing-masing? Ini sama dengan Ibu yang ngusir anaknya karena anaknya sudah mendeklarasikan bahwa Perempuan yang melahirkannya itu bukan ibunya.

Apakah sang Ibu salah? Gue kasih tahu yah.... Di semua cerita dongeng, anak yang gak akui ibunya, pantasnya yah dikutuk jadi batu. Untung aja HTI itu cuma dibubarkan, gak dikutuk... Coba bayangkan kalau pembubarannya disertai kutukan jadi batu. Kan agak serem yah... Apalagi yang ngutuk paham bahwa "tawas" juga masih termasuk salah satu jenis batu.

Kembali ke topik... Tentang kenapa saya tertarik untuk menulis tema ini. Setelah membaca Perpu ini, saya agak kaget. Ternyata Perpu ini lebih "licik" dari yang saya bayangkan. Saya cuma tertawa, membayangkan bagaimana HTI betul-betul dikerjai oleh Pak De di Perpu ini. Siapapun kalian yang menjadi tim hukum pemerintah yang telah merancang Perpu ini, saya harus bilang "kalian itu betul-betul keren luar biasa". Kalau nanti kita ketemu, saya pasti akan sungkem sama kalian. Luar biasa produk kalian ini.

Tidak hanya itu, Perpu ini juga berhasil membuat bingung semua Pakar HTN yang mencoba berfikir bagaimana cara mengujinya. Ini betul-betul luar biasa sampai pakar-pakar HTN itu statementnya lucu semua. (Btw, yg koar-koar di sosmed atas nama Demokrasi atau yg cuma modal nulis di mojok, itu gak gue anggap pakar yah... Tulisannya udah gue baca dan perspektifnya sih menurut gue amatir).

Nah, dikesempatan kali ini, saya ingin berbagi kepada kalian semua kekaguman saya tentang Perpu ini. Yang menurut saya ini adalah strategi tercerdas yang pernah ada (sampai saat ini). Betul-betul Perpu yang Untouchable dan berhasil menggeser perdebatan dari ranah hukum ke tawar-menawar Politik. Siapapun kalian yang merancang ini, menurut saya kalian adalah orang-orang yang betul-betul paham celah hukum dan ketatanegaraan di Indonesia. Saya salut.... (Sungkem).

Pertama, kalian harus paham bahwa Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), forum pengujiannya adalah di Mahkamah Konstitusi (MK). MK itu berwenang untuk menguji norma yang ada dalam pasal di batang tubuh sebuah UU atau Perpu. Artinya, norma dan Pasal yang akan diuji itu harus ada, MK tidak akan mungkin menguji pasal yang tidak ada apalagi memunculkan kembali pasal yang telah dihapus. Karena apabila MK memunculkan pasal yang telah dihapus, maka MK telah menjadi Positive Legislator, dimana itu adalah kewenangan DPR sebagai Legislatif. Kewenangan MK dibatasi sebatas menjadi Negative Legislator. MK bisa menghapus pasal dalam UU dan Perpu sebagai Negative Legislator, tapi tidak bisa memunculkan pasal yang telah dihapus.

Kedua, Perpu ini adalah Perpu perubahan UU 17/2013. Artinya UU 17/2013 masih tetap berlaku sepanjang pasal-pasal yang tidak dirubah dalam Perpu ini. Nah, kalau kalian baca substansi dari Perpu ini, Perpu ini menghapus Pasal 63 sampai Pasal 80 di UU 17/2013. Kalian tahu itu Pasal apa? Itu adalah pasal tentang mekanisme pencabutan surat keterangan terdaftar organisasi. Kalau dahulu di UU 17/2013, berdasarkan Pasal 63 sampai 80 proses pencabutan surat keterangan terdaftar dari sebuah ormas prosesnya panjang dan berbelit-belit, dimana harus ada peringatan dulu sampai harus meminta pertimbangan dari Mahkamah Agung, maka di Perpu ini, proses itu semua dihapuskan. Sekali lagi dihapuskan!!!

Konsekuensinya apa? Kalau proses ini ingin dimunculkan lagi, maka forumnya bukan di MK, karena MK tidak mungkin memunculkan norma yang telah dihapuskan. Forum satu-satunya adalah di DPR. Nah, kalau bercermin dari konstalasi pengesahan UU Pemilu dimana  presidential Threshold 25% telah disahkan, yang artinya konstalasi Parlemen saat ini berpihak pada Jokowi, lalu apakah dengan kondisi saat ini di DPR bisa menguntungkan HTI? Kemungkinannya sangat kecil. Lebih kecil dari upil kalian yang lagi ngupil sambil baca tulisan ini.

Artinya HTI harus menunggu rezim pemerintahan berikutnya akan berpihak pada mereka, sehingga norma tersebut bisa dimunculkan lagi. Tapi apa gunanya kalau norma itu dimunculkan nanti? Itu sama sekali tidak berguna untuk HTI. Di Pasal 80A Perpu ini juga menetapkan bahwa Ormas yg dicabut Surat Keterangan Terdaftarnya sekaligus dibubarkan secara langsung. Artinya, saat ini secara Hukum HTI sudah bubar. Kalau nanti HTI ingin disahkan kembali, maka yang mereka butuhkan secara hukum bukan mencabut SK pembubaran tersebut, tapi mendaftar ulang dan melalui proses verifikasi ulang sebagai ormas.

Perpu ini memang sengaja dibentuk untuk membubarkan HTI dan menjadi warning bagi semua gerakan atau ideologi yang mencoba untuk mengganti Pancasila di negeri ini. Dalam kacamata strategi ini Perpu yang sangat keren... Dan dalam kacamata hukum, Perpu ini tidak salah. Bukankah hukum adalah Tools of Social Control? Ah... Semua mahasiswa hukum juga paham ini kok. Ini kan mata kuliah Pengantar Ilmu Hitam... Eh, Pengantar Ilmu Hukum.

By the way,... Pak de ini benar-benar canggih... *Sungkem.

Comments

Popular posts from this blog

PRO KONTRA MANTAN TERPIDANA JADI CALEG

Kesalahan Berfikir Ilmiah (Bagian 3) : Fallacy of Misplaced Concreteness

Kesalahan Berfikir (Bagian 2) : Fallacy of Retrospective Determinism