Homesick

Awalnya saya hanya berniat untuk nyari headset buat dengar video di yutup tentang bagaimana pembuatan box mod. Ya... Sore ini sembari menunggu jadwal pulang di kantor, saya memang lagi berselancar di situs video terlengkap itu melalui gawai. Sekedar untuk cari cara bagaimana chip DNA 75 yang nganggur dirumah itu bisa firing kembali. Kan lumayan kalau bisa dibuat squonk. Daripada beli, mending DIY aja... Itung-itung ngirit.. 

Setelah mengacak-acak di tumpukan berkas, akhirnya ketemu juga headset hitam yang hampir saya lupakan itu. Saya lupa kira-kira kapan headset ini bisa terselip di tumpukan berkas di ruangan saya. Tapi, whatever lah... Yang penting saya dapat headset dan siap untuk menonton video itu sambil menunggu macet reda. 

Setelah bosan dengan video itu (mungkin karena memang saya tidak punya dasar elektro) akhirnya proses selancar di yutup saya hentikan. Tapi entah kenapa, sy penasaran untuk membuka playlist musik di gawai ini. Mungkin karena sy sudah lama tidak mendengarkan musik di sini dan sudah lupa daftar playlist saya isinya apa saja. Memang sejak headset bluetooth saya rusak, praktis saya tidak pernah lagi menggunakan gawai ini untuk mendengarkan musik. Mungkin juga karena saya lebih enjoy untuk streaming di PC kantor saat kerja, jadi praktis playlist ini menjadi ikut terlupakan. 

Saya lalu membuka playlistnya dan memang seperti biasa, daftar lagu yang ada disana memang sedikit. Ini kebiasaan saya yang tidak pernah menyimpan lagu dalam bentuk banyak di gawai. Karena bagi saya fungsi memori lebih berguna untuk hal lain daripada sekedar menyimpan file musik. Saya hanya menyimpan lagu yang  ingin saya dengar, dan selalu tidak lebih  dari 10 lagu. 

Daftar lagu itu mengingatkan bahwa memang terakhir kali saya mengakses playlist ini waktu saya lagi senang-senangnya dengar indie. Efek Rumah Kaca, Angsa dan Serigala, Musikimia, Payung Teduh, Sore dan Bangku Taman. 

Lalu ketika saya scroll ke bawah, ada beberapa file yang namanya Audio-.....****. Seperti file yang baru di download tapi belum di rename. Ada sekitar 7 file, dan ternyata file-file ini adalah lagu Bugis - Makassar yang beberapa hari lalu di upload di grup WA keluarga. Saya lupa bahwa saya pernah mendownload lagu ini. 

*****

Memang beberapa hari yang lalu, adik ibu saya mengirimkan file-file ini di grup WA keluarga. Saya mendownload semuanya waktu itu, tapi belum sempat didengarkan. Saya berfikir mungkin sekarang waktunya saya untuk mendengarkan lagu-lagu ini. 

Headset terpasang... Sambil memencet tombol lift saya putar lagu pertama dari tujuh file itu. 

Lagu ini kemudian dimulai dengan nada piano yang Epic... Semakin meninggi dan beberapa detik kemudian.. suara perempuan itu bernyanyi dengan liriknya yang menyayat hati....

eee... Aule..... Namangngurangi... 
Tutenayyaaaa.... Tutenayya pakrisikna....
Eeeee...Auleee.... Mangerang nakku...
Mallolorang.... Mallolorang je'ne mata......

Lagu Anging Mammiri ini begitu menyayat hati. 

Seketika itu saya jadi teringat dengan kota itu, tempat saya tumbuh dan besar. Saya merindukan udaranya, suasananya, orang-orangnya, bangunan-bangunannya, suasana malamnya dan segala aktifitasnya yang saya ikuti selama 25 tahun. 

***********

Mungkin bagi kalian yang sedang menghabiskan hidup di sana, lagu ini biasa biasa saja. Tapi bagi saya yang telah memasuki tahun ke 6 meninggalkan kota itu, lagu ini seolah membawa kerinduan yang abadi. Ada masa yang tidak terbeli dari kota itu. Ada hal-hal yang akan terus dirindukan dari kota itu dan kota itu seperti punya seribu alasan untuk saya agar selalu pulang. 

Saya lalu teringat masa-masa sewaktu di sana. Masa di mana persoalan hidup masih sederhana. Masa di mana uang belum bisa membeli tawa dan kesulitan terbesar hanya bagaimana tugas sekolah bisa selesai dan dikumpulkan tepat waktu. Atau keresahan kita apabila di hari Senin lupa bawa topi untuk upacara. 

Saya selalu rindu masa-masa itu. Masa dimana saya masih punya banyak waktu untuk berdiskusi dengan siapa saja. Berpindah dari satu forum kajian ke forum kajian yang lain. Bahagia ketika mendiskusikan buku terbaru tanpa pernah resah apakah kita punya tabungan masa depan atau tidak. Seolah hidup ini masih panjang dan tidak akan berakhir. 

Saya sadar, Makassar itu tidak sempurna. Tapi semakin jauh saya dari Makassar, saya semakin sadar bahwa saya merindukannya. 

Saya tahu bahwa Makassar tidak terlepas dari masalah-masalah... Tapi kalian yang di sana seharusnya sadar bahwa Makassar berhak untuk diperjuangkan. 

Kalian cuma  belum tahu saja bagaimana rasanya merindukan Makassar.

*****

Untung di lift tadi saya cuma sendiri. Sambil menyeka air mata, pintu lift terbuka dan saya melangkah keluar sembari berbisik dalam hati....

"Mau ka pulang......"

Comments

Popular posts from this blog

PRO KONTRA MANTAN TERPIDANA JADI CALEG

Kesalahan Berfikir Ilmiah (Bagian 3) : Fallacy of Misplaced Concreteness

Kesalahan Berfikir (Bagian 2) : Fallacy of Retrospective Determinism