PROSES YANG BERBEDA; IKHTIAR MEMAKNAI PERBEDAAN



Beberapa biji kopi kita giling dan seduh dengan teknik manual brew, bisa saja menghasilkan kopi tubruk atau V60. Tergantung teknik apa yang kita gunakan dalam proses pembuatannya. Begitu juga dengan beberapa biji kopi yang kita masukkan ke mesin espresso tentu akan menghasilkan espresso dan pengolahan espresso bisa saja menjadi macchiato atau mezzo-mezzo, tergantung apakah espresso tersebut dihidangkan dengan susu atau dicampurkan dengan seduhan cokelat panas. Namun seperti apa hasil akhirnya, beberapa biji kopi tersebut adalah biji kopi yang sama, yang berbeda hanyalah proses pembuatannya. 

Saya bisa dengan mudah memahami dan  menerima perbedaan beberapa biji kopi Aceh Gayo yang diproses menjadi V60 dan espresso. Saya tidak pernah menyalahkan dan menuduh sang brewer atau menyalahkan biji kopinya ketika ternyata sensasi yang dihasilkan seduhan V60 dengan espresso ternyata berbeda. Saya bisa menerima konsekuensi perbedaan itu sebagai perbedaan hasil karena saya paham dan mengerti bahwa V60 dan espresso dihasilkan dari dua proses yang berbeda walaupun saya sadar bahwa biji kopinya sama-sama menggunakan biji kopi Aceh Gayo. 

Namun kadang, kita lupa menikmati perbedaan-perbedaan sebagai akibat dari dua proses yang berbeda ketika itu telah menyangkut masalah agama. Kita kadang berdebat hanya karena ada dua orang berbeda meskipun masih satu agama. Kelompok pendukung Habib Rizieq tentu saja mennganggap bahwa Habib Rizieq lebih mulia daripada Quraish Shihab, begitupun dengan jamaah setia pengajian Quraish Shihab tentu menganggap beliau lebih baik dari Habib Rizieq. Meskipun sama-sama Shihab, sama-sama Habib, sama-sama keturunan Rasulullah dan sama-sama Islam. Kita gagal memahami bahwa perbeedaan diantara keduanya lahir dari dua proses yang berbeda. 

Dalam proses, sesungguhnya ada dua hal yang berperan. Yaitu metodologi dan infrastruktur (peralatannya). seperti segelas espresso yang tidak mungkin dihasilkan dari metodologi manual brew dengan peralatan yang khusus untuk membuat V60. Begitupun dengan Agama, sebagai bahan dasar, maka tergantung dari metodologi pengajarannya dan manusianya sebagai infrastruktur penerjemah nilai-nilai agama. Manusia layaknya peralatan yang kemudian memproses agama sebagai bahan dasar dan melahirkan tindakan-tindakan atas nama agama sebagai produknya. Ada yang beragama dengan tenang, ada juga yang beragama dengan agressif. Berbeda, karena berbeda manusianya. Berbeda peralatan penafsirannya.  

Ada yang menyampaikan agama dengan santun, ada yang menyampaikan agama dengan intelektual ada juga yang menyampaikan agama dengan teriakan-teriakan. Berbeda, karena sekali lagi berbeda perangkat penafsirannya, berbeda manusianya. 

Begitupun sesungguhnya dengan perbedaan agama. Memaknainya tidak perlu dengan cara menjadi orang yang lebih berhak dari Tuhan sebagai penilai benar dan salah. Maknailah perbedaannya seperti kita mengenali perbedaan antara V60 dan espresso. Memahami sebagai perbedaan metodologi dalam berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa tanpa pernah menyalahkan dan menuduh Tuhan sebagai Dzat Plin-Plan yang telah menciptakan agama yang berbeda. 

Setiap kopi pada dasarnya menawarkan kita bagaimana cara menikmati pahitnya. Agama juga menngajarkan kita bahwa ada banyak persepsi tentang damai, cinta, kasih dan sayang. Maka nikmatilah seperti menikmati seduhan kopi yang berbeda. Nikmatilah sebagai referensi bagaimana mengungkapkan cinta, kasih dan sayang kepada sesama manusia. Nikmatilah sebagai pilihan ikhtiar menuju keselamatan. 

Lalu bagaimana dengan orang yang menginterpretasikan agama dengan cara kekerasan, penganiayaan dan persekusi? 

Kalau mesin kopinya sudah rusak, mending dibuang saja. Karena mesin kopi yang rusak tidak lagi menghasilkan kopi, tapi menciptakan masalah karena telah kehilangan esensinya sebagai mesin. 

Comments

Popular posts from this blog

PRO KONTRA MANTAN TERPIDANA JADI CALEG

Kesalahan Berfikir Ilmiah (Bagian 3) : Fallacy of Misplaced Concreteness

Kesalahan Berfikir (Bagian 2) : Fallacy of Retrospective Determinism